Seperti kita tahu bahwa pemerintah telah mengetuk palu peraturan kewajiban pembayaran royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait yang digunakan pengguna lagu atau musik di tempat karaoke, bioskop, restoran, kafe, pub, kelab malam, dan diskotek.
Kebijakan ini sendiri tercantum pada Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu Dan/ Atau Musik. Hal itu tepatnya terdapat dalam Pasal 3 Ayat 1 yang berbunyi :
“Setiap orang dapat melakukan penggunaan secara komersial lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial dengan membayar royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak,”.
Selain tempat karaoke, bioskop, restoran, kafe, pub, kelab malam, dan diskotek, peraturan ini juga mewajibkan membayar royalti pada beberapa pengguna seperti seminar, konser musik, pesawat, pameran, nada tunggu telepon, bank, kantor, pertokoan, pusat rekreasi, hotel, lembaga penyiaran televisi, dan lembaga penyiaran radio.
Berapa Besaran Royalti?
Lalu pertanyaannya adalah berapa besaran royalti yang harus dibayarkan kepada pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak lagu tersebut dari pengguna lagu? Mengutip laman resmi Lembaga Manjemen Kolektif Nasional (LMKN), dapat diketahui bahwa tarif royalti musik di pusat rekreasi sebesar Rp6 juta per tahun untuk tempat di dalam ruangan yang tak menggunakan tiket.
Sementara itu untuk tarif royalti musik di supermarket, mal, toko, distro, salon kecantikan, pusat kebugaran, arena olah raga, dan ruang pameran ditetapkan sebesar Rp4.000 per meter untuk luas 500 meter persegi, Rp3.500 per meter untuk 500 meter persegi dan selanjutnya, 1000 meter persegi sebesar Rp3.000 per meter, 3.000 meter persegi sebesar Rp2.500 per meter, dan 5.000 meter persegi sebesar Rp2.000 per meter.
Sedangkan untuk tarif royalti hotel dihitung berdasarkan jumlah kamar. Jadi rinciannya adalah untuk kamar yang berjumlah 1-50 wajib membayar royalti sebesar Rp2 juta per tahun, 51-100 kamar sebesar Rp4 juta per tahun, 101-150 kamar sebesar Rp6 juta per tahun, 151-200 kamar sebesar Rp8 juta per tahun, dan jumlah kamar di atas 201 sebesar Rp12 juta per tahun.
Terakhir untuk tarif royalti musik di restoran ditetapkan sebesar Rp60 ribu per kursi per tahun. Di bar tarifnya ditetapkan sebesar Rp180 ribu per meter persegi per tahun. sementara untuk diskotek tarifnya sebesar 250 ribu per meter persegi per tahun untuk pencipta dan Rp180 ribu per meter persegi per tahun untuk hak terkait.
Pengusaha soal Royalti Putar Musik: Tidak Pas untuk Saat Ini
Mengenai munculnya kebijakan dan peraturan ini, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menilai keputusan pemerintah tidak pas dilakukan saat ini. Dalam hal ini Maulana Yusran selaku Sekretaris Jendral PHRI menyatakan bahwa masih banyak usaha, terutama perhotelan dan restoran, yang belum pulih dari dampak pandemi.
“Pungutan itu kalau sasarannya hotel restoran ya enggak pas di situasi sekarang, bukan masalah besar kecil. Kalau bicara pariwisata, hotel dan resto situasi sekarang lebih besar pengeluaran dari pendapatan,” kata Yusran.
Lebih lanjut Yusron mengatakan bahwa pungutan royalti untuk hotel ini bukanlah hal yang baru. Sebab sejak tahun 2016, dirinya menyebut pihaknya sudah memiliki kesepakatan dengan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Dari kesepakatan ini pembayaran royalti dihitung dari sejumlah kamar yang dimiliki hotel. Meski Yusron tak merinci lebih lanjut mekanisme pungutan yang dilakukan LMKN, namun dirinya menyebut bahwa pemerintah harus membenahi banyak hal sebelum memungut royalti.