Seperti kita tahu bahwa per-April 2021, hutang luar negeri Indonesia sudah mencapai Rp6.527,29 triliun. Dari sini membuat rasio utang Indonesia mencapai 41,18 persen terhadap PDB (Produk Domestik Bruto). Semakin menumpuknya hutang Indonesia tersebut kemudian dikhawatirkan tidak bisa membayar oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Kekhawatiran BPK sendiri tentu bukan tanpa alasan. Rasio utang Indonesia terhadap penerimaan sudah tembus 369 persen yang berarti jauh di atas rekomendasi International Debt Relief (IDR) sebesar 92-176 persen serta rekomendasi Dana Moneter Internasional (IMF) sebesar 90-150 persen, inilah yang membuat BPK ketar-ketir.
“Tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga melampaui pertumbuhan PDB dan penerimaan negara yang memunculkan kekhawatiran terhadap penurunan kemampuan pemerintah untuk membayar,” tulis BPK.
Dampak Hutang Luar Negeri
Dari kekhawatiran ini masyarakat pun ikut harap-harap cemas dengan keadaan negara. Tapi seperti apa dampak hutang luar negeri yang bisa mengancam Indonesia? Berikut ulasannya.
Sebenarnya dalam jangka pendek, hutang luar negeri juga bisa berdampak pada hal-hal positif, seperti menutup defisit anggaran pendapatan dan belanja negara, yang diakibatkan oleh pembiayaan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan yang cukup besar. Selain itu dengan utang luar negeri ini maka pembangunan masih bisa terus berjalan. Laju pertumbuhan ekonomi pun dapat dipacu sesuai dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya.
Namun dibalik sisi positif itu ada pula beberapa dampak negatif yang bisa dialami sebuah negara yang berhutang terlampau banyak. Berikut dampak negatif hutang luar negeri yang berlebihan:
- Membebani APBN
Pertama, dampak negatif dari hutang luar negeri yang terlalu besar adalah bisa membebani APBN. Hutang memang harus dibayar. Dan pembayaran hutang dengan disertai bunganya yang besar, tentu bisa saja membuat APBN terbebani. Dalam APBN memang merumuskan jumlah pendapatan negara dan anggaran negara termasuk utang serta bunga yang harus dibayarkan.
- Inflasi
Hal yang juga bisa terjadi dalam jangka panjang bila suatu negara memiliki hutang terlalu besar yakni terjadnya inflasi dan menurunnya nilai tukar rupiah.
- Mengalihkan Subsidi untuk Bayar Utang
APBN yang terus terbebani dengan hutang yang besar juga dapat membuat anggaran lain seperti subsidi bisa teralihkan atau dikurangi.
- Menyebabkan Ketergantungan dengan Negara Lain
Negara yang sering berhutang maka bisa saja kemudian memiliki ketergantungan pada negara lain. Ini karena negara pembeli hutang (kreditur) bisa menekan negara yang berhutang (debitur). Dari sini bukan tidak mungkin juga debitur yang tidak bisa membayar atau lepas dari pinjaman luar negeri, dapat di manfaatkan oleh negara lain.
- Dicap Negara Miskin
Karena bergantung pada hutang negara lain maka negara yang berhutang (debitur) bisa saja kemudian dicap sebagai negara miskin. Ketidakmampuan mengatasi perekonomian negara dapat dijadikan alasan lain untuk menetapkan status ‘negara miskin’ tersebut.
- Bangkrut
Terakhir, dampak paling buruk dari hutang luar negeri Indonesia yang semakin menumpuk adalah kebangkrutan. Tapi apakah sebuah negara bisa dinyatakan bangkrut karena hutangnya yang besar? Jawabannya iya. Ini karena sudah banyak kasus dari beberapa negara yang dinyatakan bangkrut karena hutang luar negeri dan tidak bisa membayarnya. Sebut saja negara yang bangkrut tersebut adalah Yunani di tahun 2015, Argentina di tahun 2018, Zimbabwe di tahun 2008, Venezuela di tahun 2017 dan Ekuador di tahun 2008.
Itulah beberapa dampak dari hutang luar negeri yang semakin menumpuk. Dari sinilah pemerintah Indonesia seharusnya lebih cermat dan berhati-hati lagi ketika akan berhutang. Di masa pandemi yang terus berlangsung, perekonomian di hampir seluruh negara memang terimbas. Maka dari itu perlu penanganan pandemi dan ekonomi yang cermat dan tepat agar bangsa ini bisa keluar dari krisis.