Citra warung kelontong kini memang sudah mulai berubah. Jika dulu warung kelontong adalah tempat pembelian kebutuhan sehari-hari yang biasa saja. Kini dengan sentuhan teknologi, warung kelontong telah berubah jadi lebih modern. Tidak hanya lebih modern, namun jangkauan pasar warung kelontong pun sekarang jadi lebih luas. Tentu dengan perubahan ini bisnis warung kelontong pun jadi lebih menguntungkan dengan omset yang lebih meningkat. Tapi tahukah kamu dibalik modernisasi warung kelontong ada perang unicorn dan decacorn yang sedang berlangsung?
Peran Perusahaan Unicorn dan Decacorn
Adalah perusahaan startup berstatus unicorn dan decacorn yang berperan membuat perubahan pada warung kelontong saat ini. Beberapa perusahaan startup unicorn dan decacorn memang sedang mengincar bisnis warung kelontong sebagai strategi marketingnya. Dengan cara merekrut mereka sebagai mitra, bisnis warung kelontong dan perusahaan startup tersebut akan tumbuh beriringan. Bisnis dengan merekrut warung kelontong sebagai mitra ini sendiri memiliki konsep Online to Offline (O2O), di mana proses bisnisnya dilakukan secara online dan offline.
Mitra Bukalapak
Salah satu startup yang sudah melirik toko kelontong sejak lama adalah Bukalapak. Dengan teknologi yang ada sekarang, Bukalapak menyatakan bahwa mitra warung kelontong akan ditempatkan di garda depan dalam meningkatkan adopsi teknologi, terutama di kawasan tertinggal, terdepan dan terluar Indonesia. Fajrin Rasyid selaku Co-Founder sekaligus Presiden Bukalapak sendiri bahkan mengatakan perusahaannya bakal berfokus pada segmen warung untuk lima tahun ke depan.
Layanan yang diberikan Bukalapak kepada mitranya sendiri cukup beragam seperti layanan grosir untuk kebutuhan sembako. Tidak hanya itu, Bukalapak juga memberikan promosi berupa cashback atau uang kembali serta diskon untuk produk digital seperti tagihan listrik dan pulsa. Dari sini maka Mitra akan mendapatkan banyak promo untuk menarik pembeli dan pastinya memperoleh keuntungan yang lebih besar. Sampai sejauh ini mitra yang mampu digaet Bukalapak telah mencapai1,2 juta warung tradisional dan 1,3 juta agen di 477 kota atau kabupaten.
Tokpedia, BliBli dan Lazada Pun Mengikuti Jejak Bukalapak
Setelah Bukalapak, kita juga bisa mendapati beberapa perusahaan startup unicorn dan decacorn yang menggaet warung kelontong sebagai mitranya. Sebut saja perusahaan startup tersebut yakni Tokopedia. Dengan konsep bisnis yang sama yakni O2O, Tokopedia kini telah mampu merekrut lebih dari 200 ribu pemilik warung yang kemudian disebut Mitra Tokopedia per Juli 2019.
Layanan yang dihadirkan Tokopedia sendiri yaitu layanan grosir. Dalam layanan ini pemilik warung dapat membeli dagangan serta membayarnya 10 hari setelah menerima. Menariknya pembayaran bisa dilakukan di tempat yang biasa disebut cash on delivery (COD) atau tunai.
Marketplace lain yang juga membidik warung kelontong yaitu Blibli.com. Dengan konsep O2O dan juga Click & Collect, Blibli telah menggaet mitra kelontong yang lebih besar seperti Alfamart. Dari layanan ini pengguna dapat memesan produk lewat platform Blibli.com dan mengambil barangnya langsung di toko mitra. E-commerce yang juga menyediakan skema bisnis O2O dengan peritail besar yakni Lazada.
Fintech Pun Ikut Berperang
Jangan lupakan juga perusahaan financial technology (fintech) yang juga sudah meramaikan bisnis berkonsep O2O dengan menyasar pada UKM serta warung kelontong. Sebut saja misalnya GoPay yang ternyata telah menggaet lebih dari 420 ribu mitra penjual di 390 kota Indonesia. Dari keseluruhan mitranya tersebut, sebanyak 90 % di antaranya usaha mikro kecil menengah (UMKM) seperti pedagang kaki lima, kantin, dan warung kelontong.
Sementara itu OVO juga telah mempunyai lebih dari 500 ribu mitra penjual di 354 kota atau kabupaten. Dari jumlah tersebut, sekitar 300 ribu di antaranya merupakan UMKM. Selanjutnya ada juga DANA yang telah merambah warung di perdesaan lewat registrasi self on boarding pada awal tahun ini. Dari sistem dan konsep itu, UMKM seperti warung di pelosok Indonesia dapat mendaftar secara online untuk menjadi mitra DANA.