Di masa pandemi yang berlangsung lama ini membuat perekonomian terus merosot hingga kemudian memunculkan resesi. Resesi sendiri yaitu perlambatan ekonomi hingga memicu pertumbuhan negatif selama dua kuartal berturut-turut. Resesi sendiri ditandai dengan kondisi daya beli masyarakat yang menurun, pengangguran yang makin meluas akibat PHK serta lesunya aktivitas ritel dan industri manufaktur. Untuk mengurangi dampak dari resesi sendiri pemerintah telah mengeluarkan beberapa program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dengan sasaran para pelaku ekonomi dan masyarakat yang terdampak pandemi.
Program Pemulihan Ekonomi Nasional
Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang digulirkan pemerintah sendiri difokuskan untuk mendukung kinerja BUMN, swasta UMKM, hingga masyarakat melalui beberapa stimulus pendanaan. Beberapa stimulus pendanaan yang diberikan pemerintah ini antara lain berwujud penjaminan modal kerja, subsidi bunga, penundaan pembayaran kredit serta kompensasi dan restrukturisasi kedit bagi pelaku usaha yang terdampak Covid-19.
Menurut pengamat Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Suhaji Lestiadi bahwa alokasi dana sebesar 2,5 persen dari PDB tersebut dinilai masih terlalu kecil. Angka 2,5 persen ini memang dinilai kecil bila dibandingkan dengan alokasi dana PEN negara lain yang mencapai minimal angka 10 persen dari PDB.
“Saya khawatir, bila stimulus yang diberikan terlalu kecil dan pemulihan ekonomi berjalan lambat maka industri apalagi sektor UMKM akan kehilangan pasar serta mengalami kesulitan modal. Terburuk, ancaman peningkatan jumlah pengangguran yang diperkirakan mencapai 10,7 juta hingga 12,7 juta orang pada 2021,” kata Suhaji.
Tujuh Visi Penguatan Ekonomi Nasional
Maka dari itu kemudian Suhaji menyarankan kepada pemerintah untuk mempertimbangkan solusi khusus dibidang ekonomi yaitu memacu aktifitas sektor UMKM dan koperasi. Caranya pemerintah bisa melakukan integrasi kebijakan pembangunan UMKM dan Koperasi Indonesia berbasis produk unggulan lokal melalui tujuh visi Penguatan Ekonomi Nasional. Saran dari Suhaji ini sendiri didasari pertimbangan bahwa 99 persen populasi usaha, 97 persen lapangan kerja, serta 60 persen PDB adalah dari sektor UMKM dan koperasi. Adapun 7 visi Penguatan Ekonomi Nasional itu terdiri dari :
- Melakukan resetting konsep pembangunan ekonomi rakyat ke arah sistem ekonomi yang lebih berkeadilan dan kekeluargaan dengan menempatkan koperasi sebagai penopang perekonomian Indonesia.
- Menyiapkan pembiayaan pandemi (pandemic finance) bagi koperasi dan UMKM senilai Rp 500 triliun per tahun hingga dua tahun ke depan (2021-2022), dengan pola chanelling yang dijamin Lembaga Penjaminan, seperti Jamkrindo, Askrindo, dan lainnya.
- Dilakukannya pengembangan produk lokal unggulan dari hulu hingga ke hilir sebagai basis usaha koperasi dan UMKM.
“Penanganan dilakukan secara terintegrasi mulai dari produk pertanian, peternakan, perikanan, pengolahan, pemasaran, distribusi, hingga penjualan dan konsumsi,” tutur Suhaji.
- Sinergi dan orkestrasi pembangunan ekonomi rakyat berbasis koperasi dan UMKM dengan seluruh kementerian dan seluruh stakeholders bisnis.
- Persiapan peraturan dan ketentuan pendukung pelaksanaan resetting dan perubahan pola pikir atau mindset pembangunan ekonomi rakyat.
“Ini berisi kebijakan umum, sistem dan prosedur pelaksanaan, reward and punishment yang tegas dan transparan melalui Dashboard Management System,” jelas Suhaji.
- Peningkatan skala atai scale up usaha dan penguatan digitalisasi bagi koperasi dan UMKM, menuju terbentuk marketplace.
- Membangun kemandirian dan daya saing ekonomi bangsa melalui gerakan jiwa kewirausahaan dan gerakan aku cinta produk Indonesia. Produksi Beli Gunakan Sendiri (gerakan PBGS).