Sepertinya persaingan bank digital di Indonesia akan semakin sengit atau mungkin akan jomplang saat Allo Bank muncul sekarang ini. Pada hari Selasa (11/1/2022) kemarin, Chairul Tanjung (CT), selaku ultimate shareholder Allo Bank memang telah menggemparkan bursa efek karena menggelar aksi korporasi melalui penambahan modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMTED) atau rights issue senilai Rp 4,80 triliun. Penambahan modal dengan HMTED tersebut nantinya akan diserap 7 investor yakni CT Corp, Grup Salim, Growtheum Capital Partners, PT Bukalapak.com Tbk (BUKA), Grab, Traveloka, dan Carro.
Riwayat Allo Bank
Allo Bank sendiri dulunya bernama Bank Harda Internasional yang berdiri sejak tahun 1993. Setelah itu terjadi perubahan nama Bank Arta Griya dan berubah lagi menjadi Bank Harda Griya hingga tahun 1996. Perusahaan perbankan ini melantai di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2015. Namun pada 2 November 2020, Mega Corp mengakuisisi Bank Harda Internasional dengan nilai Rp 308 miliar.
Setelah melakukan akuisisi, Mega Corp berkomitmen menaikkan permodalan Bank Harda Internasional menjadi bank BUKU I dengan modal inti di atas Rp 1 triliun, dimana ketika proses akuisisi, modal inti Bank Harda Internasional baru Rp 300 miliar.
Nama Allo Bank sendiri cukup unik. Tapi ternyata menurut CT nama Allo Bank memiliki filosofi tersendiri. Menurutnya Allo Bank ini berasal dari akronim all in one. Jadi Allo Bank memberikan makna one of all, all for one (satu untuk semua, semua untuk satu).
Punya Ekosistem Terbesar di Indonesia
Chaerul Tanjung atau CT selaku bos Allo Bank menyatakan bahwa ekosistem fisik PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) akan menjadi ekosistem fisik yang terbesar di Indonesia. Hal ini disampaikan CT saat konferensi pers di BEI hari Selasa (11/1/2022) kemarin. Besarnya ekosistem Allo Bank ini dikarenakan masuknya Grup Salim yang mempunyai jaringan ritel terbesar di Indonesia.
“Salim punya Indomaret, Superindo, produk yang lain, kalau ekosistem fisik digabung itu kami sudah bisa men-declare we are the biggest ekosistem fisik di Indonesia,” ujar CT.
Selain jaringan Salim Grup, Allo Bank sebelumnya juga sudah punya ekosistem dari CT Corp yang memiliki jaringan ritel Transmart sebagai hypermarket terbesar di Indonesia. Jangan lupakan juga bahwa perseroannya juga memiliki jaringan bisnis makanan dan minuman dan bisnis digital media, hingga theme park.
Selain itu PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) juga akan bergabung dalam ekosistem Mega Corpora sebagai Kelompok Usaha Bank (KUB) dengan PT Bank Mega Tbk (MEGA) sebagai pemimpinnya. Selain Bank Mega, dalam KUB tersebut ada Bank Mega, Allo Bank, Bank Syariah Mega, dan BPD. Mengenai hal ini CT sendiri menilai bahwa bank digital membutuhkan bank konvensional untuk menunjang operasionalnya.
“Kita merasa ekosistem kita kuat, tapi dalam era digitalisasi sekarang, kolaborasi adalah kata kunci,” jelas CT.
Dukungan Ekosistem Digital
Bukan hanya ekosistem fisik yang dimiliki Allo Bank, ternyata beberapa perusahaan digital seperti Bukalapak, Grab, Traveloka, hingga Carro juga telah bergabung. Menurut CT, eksosistem fisik memang perlu didukung oleh ekosistem digital untuk melengkapi atau menyempurnakan bisnisnya.
“Sekuat apapun ekosistem perusahaan dia tetap membutuhkan kerja sama. Kami mengundang ekosistem lain untuk membangun Allo Bank. Dengan digabungnya dua ekosistem akan jadi kekuatan yang solid, yang luar biasa yang akan susah ditandingi oleh siapapun,” kata CT.
Platform Allo Bank
Mengenai aplikasi Allo Bank yang akan meluncur pada Maret 2022 dinyatakan CT sedang dikembangkan oleh orang-orang terbaik di CT Corp. Tak hanya itu, dalam pengembangan platform Allo Bank tersebut juga melibatkan bank digital terbesar di dunia saat ini.
“Semua the best people in CT Corp itu combine bekerjasama dengan bank digital terbesar di dunia yang telah berkiprah selama 8 tahun dan memiliki lebih dari 200 juta customer. Jadi, sudah teruji,” jelas Chairul Tanjung.