Setelah sempat meroket beberapa pekan lalu, tak lama kemudian harga aset kripto terus mengalami kemerosotan. Bahkan merosotnya aset kripto ini sempat menyentuh harga 31.390 dollar AS per keping atau Rp 448,87 juta dalam sepekan terakhir. Terus menurunnya aset kripto ini dinilai beberapa pihak sedang di ambang bubble. Harga aset kripto dengan kapitalisasi pasar terbesar sendiri bahkan terus merosot hingga 48 persen dari rekor harga tertingginya pada pertengahan April lalu. Lalu mengapa aset kripto diambang Bubble? Inilah penjelasannya.
Aset Kripto di Ambang Bubble
Bubble pada aset kripto sendiri yaitu fenomena harga aset kripto yang meroket dalam waktu tertentu hingga menciptakan gelembung yang diperkirakan bisa pecah sewaktu-waktu. Dan ternyata tidak hanya para pakar yang menilai aset kripto diambang bubble. Namun penciptanya ethereum Vitalik Buterin juga tak menampik dan tak kaget dengan penilaian tersebut. Vitalik sendiri bahkan harus merelakan kekayaannya dalam bentuk ethereum merosot dalam satu hari dari 1,1 miliar dollar AS menjadi hanya 879 juta dollar AS.
Kepada salah satu media Vitalik menyatakan bahwa dirinya sudah memperkirakan bubble aset kripto bakal pecah dalam waktu dekat.
“Aset kripto saat ini sedang dalam bubble, namun sulit memperkirakan (waktu) dia akan pecah,” kata Vitalik.
Lebih lanjut Vitalik mengatakan bahwa sekarang ada tiga gelembung aset kripto terbesar. Dan nantinya gelembung ini bisa berhenti dan pecah. Menurutnya bubble yang akan terjadi pada aset kripto ini disebabkan teknologinya yang masih belum siap.
“Saat ini setidaknya ada tiga gelembung aset kripto terbesar (…) Dan cukup sering, alasan mengapa gelembung tersebut akhirnya berhenti adalah karena beberapa peristiwa terjadi yang hanya memperjelas bahwa teknologinya belum siap,” jelas Vitalik.
Mulanya Dipicu Pernyataan Elon Musk
Anjloknya harga aset kripto sendiri diduga dipicu oleh pernyataan Elon Musk yang mengatakan telah menghentikan menerima bitcoin untuk pembelian Tesla. Hal lain yang membuat harga aset kripto terus merosot adalah adanya pengetatan pengawasan transaksi aset kripto di Amerika Serikat hingga China.
Pernah terjadi pada 2018
Ternyata fenomena bubble pada aset kripto ini sudah pernah terjadi sebelumnya tepatnya di tahun 2018. Saat itu tepatnya pada Desember 2017 aset kripto mencatatkan rekor harga tertinggi pada bitcoin di kisaran 19.511 dollar AS per koin atau sekitar Rp 268,1 juta juta. Tapi kemudian di bulan April 2018 nilai aset kripto tersebut merosot lebih dari 65 persen menjadi di kisaran 5.900 dollar AS per keping atau sekitar Rp 81,1 juta per koin.
Dari kejadian merosotnya aset kripto hingga prediksi bublle ini membuat regulator Indonesia buka suara. Otoritas Jasa Keuangan (OJK), misalnya, memperingatkan masyarakat mengenai risiko transaksi aset kripto. Menurut OJK, aset kripto ini memang merupakan komoditi yang memiliki risiko tinggi dengan landasan ekonomi yang belum jelas.
“Masyarakat harus pahami risiko perdagangan aset kripto yang tidak jelas underlying ekonominya,” tulis OJK.
Setelah berkoordinasi dengan pihak Bank Indonesia (BI), OJK sebagai otoritas pembayaran nasional menegaskan bahwa mata uang kripto bukan alat pembayaran yang sah di Indonesia. Tidak hanya itu OJK juga menyatakan bahwa pihaknya tidak melakukan pengawasan dan pengaturan aset kripto sebagai bentuk instrumen investasi.
“Melainkan oleh Bappebti dan Kementerian Perdagangan. Bappebti telah mengeluarkan daftar aset kripto yang dapat diperdagangkan dan pedagang aset kripto yang telah mendapatkan persetujuan untuk melakukan transaksi aset kripto,” tulis OJK.