Melihat jalanan sekarang yang selalu dipenuhi para pegowes, maka tidak salah bila kemudian dikatakan bahwa bersepeda telah menjadi tren tersendiri saat ini. Tingginya minat bersepeda dikalangan masyarakat sendiri kemudian berdampak pada meroketnya beberapa bisnis diseputar dunia sepeda. Dampak dari tren bersepeda terhadap bisnis di lingkungannya ini memang tidak sembarangan. Banyak pebisnis sepeda yang mengakui adanya lonjakan sangat signifikan terhadap penjualan dan omset yang diperoleh ketika tren ini muncul. Salah satu pebisnis yang merasakan dampak positif dari tren bersepeda adalah Basuki. Pemilik toko sepeda bekas di daerah Pasar Rumput, Manggarai, Jakarta Selatan ini mengaku bisa mengantongi uang Rp 1 juta dari penjualan sepeda dalam satu hari atau Rp 30 juta dalam satu bulan.
Prospek Bisnis Sepeda
Industri sepeda sekarang memang sedang naik daun. Media Kontan sendiri mencatat ada kenaikan sebesar 20 persen pada penjualan sepeda nasional di masa lebaran tahun 2020. Tentu persentase ini semakin naik setelah lebaran seiring terus membesarnya tren bersepeda. Namun yang kemudian menjadi pertanyaan adalah apakah tren bersepeda dan prospek bisnis yang ditimbulkannya ini akan mampu terus bertahan? Untuk mencari jawabannya, Hermawan Kartajaya selaku pakar marketing memberikan pernyataannya.
Menurut Hermawan, ternyata tren bersepeda dan dampak bisnis yang menyertainya ini hanya bersifat situsional saja. Ibarat musim durian, maka momen saat ini merupakan waktu dimana para pebisnis sepeda mendapatkan windfall (durian runtuh). Namun windfall (durian runtuh) ini tidak akan terjadi terus-menerus atau tidak akan bertahan lama karena ada masanya.
Faktor yang Membuat Bersepeda Menjadi Tren
Lebih lanjut Hermawan menyatakan bahwa munculnya tren bersepeda yang tinggi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ikut-ikutan. Memang menurutnya ada beberapa pegowes yang menjalankan aktivitas bersepeda ini karena kesadaran akan pentingnya kesehatan. Tapi tidak sedikit juga dari para pegowes yang muncul sekarang melakukannya hanya karena ikut-ikutan tren saja.
“Sepeda ini memang melonjak, mendadak saja jadi tren baru, tapi ini sesaat ya tidak mungkin terus-terusan, satu di sisi jadi tren karena orang mulai sadar akan pentingnya kesehatan namun di sisi lain hanya ikut-ikutan saja,” kata Hermawan.
Hal lain yang menjadi penyebab terus membesarnya tren bersepeda menurut Hermawan adalah adanya masa transisi dari masa PSBB ke era New Normal. Tren bersepeda ini memang muncul di momen di mana PSBB di beberapa daerah yang sudah mulai dilonggarkan. Dari masa pelonggaran PSBB itulah kemudian banyak orang yang menjadikannya sebagai aksi “pelampiasan” dari waktu sebelumnya yang diharuskan tetap berada di rumah saja. Maka menurut Hermawan tren bersepeda yang terjadi khususnya di Indonesia sekarang hanyalah faktor emosional semata yang tidak akan bertahan lama.
“Sekarang masih emosional karena satu-satunya ketika dibuka masa transisi, orang boleh keluar lagi, orang berolahraga, orang mau pamer-pamer ini,” ujar Hermawan.
Ada Masa Nantinya Penjualan Turun
Hermawan lebih lanjut memberikan penjelasan bahwa peningkatan pada penjualan sepeda ini akan ada masanya menurun. Namun level penurunan penjualan nanti menurut Hermawan tidak akan turun sampai level sebelumnya.
“Tidak bisa kayak gini terus pasti turunlah, tapi masih lebih tinggi dari biasanya, karenanya melonjaknya sangat besar, turunnya nanti masih ada kenaikan dari pasar normal itu 10-20%,” jelas Hermawan.
Paling Lama Sampai Akhir Tahun 2020
Lalu sampai kapan tren penuualan sepeda ini akan meningkat? Menurut Hermawan peningkatan penjualan sepeda ini diprediksi bisa bertahan paling lama sampai kuartal IV-2020 atau akhir tahun 2020 mendatang.
“Kuartal III-2020 akan stabil (masih tinggi), kuartal IV-2020 sudah mulai turun, 2021 kembali realistik tapi masih lebih tinggi dari yang dulu, pasti itu cuma tersegmen pasarnya segmen kesehatan dan segmen fashion,” tutup Hermawan.